Minggu, 15 Maret 2009

PESONA SOFT POWER CHINA DI ASIA TENGGARA

Wacana penggunaan soft power dalam politik luar negeri belakangan kembali mengemuka terutama setelah reorientasi strategi politik luar negeri AS di bawah pemerintahan Obama. Era pemerintahan Bush yang begitu hawkish dan terkesan mendikte dunia kini telah usai. Pemerintahan Obama dengan Hillary Clinton kini mengubahnya dengan soft power yang menurut mereka adalah smart diplomacy. Namun ternyata tidak hanya AS yang melakukannya. China yang terkenal otoriter dan kaku di dalam negeri justru jauh lebih dulu mempraktekkannya ketimbang AS.
Selama beberapa dekade, China sempat memainkan hard power dalam membina politik luar negerinya dengan negara-negara di Asia Tenggara. Bisa kita lihat bagaimana China membantu pergerakan komunis di wilayah ini dengan bantuan persenjataan sebagaimana di Vietnam, Kamboja bahkan Indonesia. Dalam perkembangannya pasca perang dingin, ada shifiting strategi diplomasi China dengan menggunakan soft power terutama di Asia Tenggara. Soft Power sendiri menurut Joseph Nye berarti kemampuan untuk mempengaruhi dengan menggunakan budaya, partisipasi dalam organisasi internasional, diplomasi dan hubungan ekonomi. Joshua Kurlantzick menggunakan term yang lebih luas lagi yakni mencakup bantuan (aid) dan investasi.

Pesona Soft Power China
Berkembangnya pengaruh China di Asia Tenggara disebabkan oleh peluang yang diciptakan oleh kekakuan Amerika dalam diplomasinya. AS begitu lamban dalam merespon krisis ekonomi Asia tahun 1997 dan usaha counter attack tragedi 9/11 yang dianggap berlebihan. China akhirnya mampu mengambil pengaruh AS di Asia Tenggara dengan menggunakan soft power yang kebanyakan melalui bantuan luar negeri dan investasi. Dibandingkan dengan AS yang menerapkan banyak syarat untuk bantuannya, China begitu longgar dalam tawar-menawar bantuan. China tidak peduli dengan urusan dalam negeri negara yang diberikan bantuan. Ini yang disebut oleh China sebagai strategi win-win relations. Beijing bersedia mendengar keinginan negara-negara lain. Hal ini tentunya lebih disukai negara-negara Asia Tenggara yang banyak bermasalah dalam demokrasi dan HAM.
Eksistensi soft power China di Asia Tenggara begitu nyata. Thailand yang jelas-jelas sekutu AS malah berbalik ke China. Buktinya negara pertama yang dikunjungi PM Thaksin setelah pengangkatannya adalah China. Bahkan sebuah polling di Thailand menyebutkan, 70 persen responden mengaku China adalah kekuatan luar yang paling berpengaruh di Thailand. Di Filipina, Kajian Henry Yap of National Defense University menyebutkan bahwa bantuan China ke negeri ini tiga kali lipat jumlahnya dibandingkan bantuan AS. Di Indonesia menurut Georgetown Southeast Asia Survey pada tahun 2004, jumlah pelajar yang mendapatkan visa belajar di China jumlahnya dua kali lipat dibandingkan mereka yang belajar di AS. Pada tahun 2008, China memang membuka 120.000 kursi perguruan tingginya bagi mahasiswa asing, bandingkan dengan 20 tahun lalu yang hanya menyediakan 2.000 kursi saja. Kajian Malaysian Bussinesspeople lebih menarik lagi. Di Malaysia kendatipun banyak pengusaha lokal merasa terancam dengan kehadiran barang-barang China, mereka melihat China dengan citra positif.
Secara global implikasi soft power China ini tidak main-main. Horizon Group mencatat China adalah negara paling terkemuka di dunia dengan skor 40 persen.

Ada Apa di Balik Soft Power China ?
Secara normatif, goal dari penerapan strategi soft power China adalah terciptanya perdamaian internasional. Perdamaian berarti memberikan kesempatan bagi perekonomian China untuk terus tumbuh dan memastikan selalu ada tempat bagi China untuk memasarkan barang-barang mereka. China juga ingin mengurangi pengaruh Jepang dan Taiwan di Asia Tenggara, memotong jaringan bisnis Taiwan demi menegakkan One China Policy. Tujuan akhir dari strategi ini adalah tentunya, mengurangi pengaruh AS di Asia Tenggara hingga mereka beralih ke Beijing. Mengimplementasikan sebuah Monroe Doctrine baru, menciptakan sebuah orientasi bahwa China merupakan sebuah solusi baru bagi masalah regional.

Bahaya Pesona Soft Power China
Dalam beberapa kasus, penerapan soft power China bisa membahayakan terutama bagi cita-cita demokratisasi, gerakan antikorupsi, pelestarian lingkungan dan good governance negara-negara di Asia Tenggara. Selain mengekspor bantuannya, China juga mentransfer secara bersamaan pengaruh-pengaruh buruk bagi pelaksanaan pemerintahan yang baik.
Di Burma selain mendukung junta militer, China menyokong perusahaan yang melakukan deforestasi besar-besaran. China juga membangun sebuah dam besar yang mengancam jutaan penduduk Indocina yang bergantung pada aliran sungai Mekong. Di Filipina ketika banyak lembaga internasional menyuarakan banyaknya korupsi dalam proyek-proyek be sar di negeri tersebut, China malah menawarkan bantuan US$ 400 juta untuk pembangunan jalur kereta api tanpa transparansi dan analisis dampak lingkungan yang matang. Di Indonesia juga terkuak bagaimana China bisa mendapatkan proyek gas Tangguh jauh di bawah harga pasaran internasional. Diduga ada suap dalam proses bidding proyek tersebut.

Review dari Jurnal :
Joshua Kurlantzick. China’s Charm, Implications of Chinese Soft Power. Carnegie Endowment Policy Brief, June 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar